Pada waktu Belanda menguasai Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel di Indonesia. Kemudian, Burgerlijk Wetboek (KUHPer) dan Wetboek van Koophandel (KUHD) inilah yang ditiru oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Asas Konkordansi (asas persamaan berlakunya sistem hukum) di dalam menyusun kodifikasi Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 di Hindia Belanda. Dengan demikian, berlakunya suatu sistem hukum di Indonesia yang sama dengan sistem hukum negeri Belanda ini berdasarkan Asas Konkordansi, yang tercantum dalam Pasal 75 Regerings Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling. Menurut pasal ini, bagi golongan Eropa berlaku hukum yang sama dengan hukum yang berlaku bagi mereka di negeri Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Pemerintah Militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1942 yang dalam pasal 2 menetapkan, bahwa semua undang-undang termasuk KUHPer dari Pemerintah Hindia Belanda tetap berlaku sah untuk sementara waktu. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUHPer berlaku kembali di Indonesia. Pasal II Aturan Peralihan menyatakan, bahwa "segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-UndangDasar ini".
Pada waktu Pemerintah Republik Indonesia berubah menjadi Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, KUHPer masih diberlakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 192 ketentuan peralihan Konstitusi RIS yang menyatakan, bahwa peraturan-peraturan dan ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini.
Kemudian sawaktu negara RIS kembali berubah menjadi negara kesatuann Republik Indonesia dan berlakunya Undand-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950, KUHPer masih berlaku. Hal ini sesuai dengan Pasal 142 Ketentuan Peralihan yang menyatakana, bahwa peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha negara yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950, tetap berlaku dengan tidak merubah sebagai peraturan ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa Undang-Undang Dasar ini.
Akhirnya setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan, KUHper pun masih dinyatakan berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang dikodifikasi ini masih berlaku sampai saat ini. Hala ini dimaksudkan adalah untuk mengisi kekosongan hukum dan untuk menjamin adanya kepastian hukum. Meskipun demikian, Hukum Perdata yang berlaku di Indonesiahingga sekarang ini masih beraneka ragam dan masih banyak materi hukum perdata yang belum termuat dalam KUHPer, melainkan tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Demikian Sejarah Berlakunya KUHPer di Indonesia, diatas adalah hanya untuk memenuhi tugas kuliah saya
Demikian Sejarah Berlakunya KUHPer di Indonesia, diatas adalah hanya untuk memenuhi tugas kuliah saya
Komentar Anda
0 comments:
Post a Comment